Buletin Al-Jazeera edisi 13/th.3/2011
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ ، عَنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ؛ أَنَّهُ قَالَ: إِذَا فُتِحَتْ عَلَيْكُمْ فَارِسُ وَالرُّومُ ، أَيُّ قَوْمٍ أَنْتُمْ ؟ قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَانِ بْنُ عَوْفٍ : نَقُولُ كَمَا أَمَرَنَا اللهُ . قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : أَوَ غَيْرَ ذَلِكَ ، تَتَنَافَسُونَ ، ثُمَّ تَتَحَاسَدُونَ ، ثُمَّ تَتَدَابَرُونَ ، ثُمَّ تَتَبَاغَضُونَ ، أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ ، ثُمَّ تَنْطَلِقُونَ فِي مَسَاكِينِ الْمُهَاجِرِينَ ، فَتَجْعَلُونَ بَعْضَهُمْ عَلَى رِقَابِ بَعْضٍ.
'Abdullah bin Amru bin Al Ash menceritakan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Apabila Persia dan Romawi telah ditaklukkan untuk kalian, maka akan menjadi kaum seperti apakah kalian?" Abdurrahman bin Auf menjawab: Kami akan mengucap yang diperintahkan Allah kepada kami. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Bukan sebaliknya?!, kalian saling berlomba-lomba, kemudian saling menghasud, saling memutuskan hubungan, lalu saling benci-membenci, dan sejenisnya, kemudian kalian akan pergi ke tempat orang-orang miskin dari kaum muhajirin lalu menjadikan sebahagian mereka sebagai pemimpin bagi sebahagian yang lain." Shahih Muslim (7537)
BERSATU WALAU BERLAINAN.
Islam adalah agama dengan basis masyarakat majemuk (berlainan). Ini karena Islam dianut oleh masyarakat dunia. Orang yang masuk Islam sendiri, bermacam-macam suku bangsa, bahasa, budaya dan latarbelakang sosial-ekonominya. Penduduk Mekkah dan Madinah sendiri sebagai basis pertama masyarakat Islam terdiri dari berbagai suku. Nabi Muhammad s.a.w lalu menyatukan mereka, orang Mekkah disebut Muhajirin, orang Madinah dinamakan Anshar. Semuanya bersatu bertuhankan Allah, berkitab suci al-Qur’an, bernabikan Muhammad Rasulullah, berqiblat ke Ka’bah dan seterusnya. Orang Islam ini dulunya disebut sebagai ahlul-qiblat, namun ketika muncul perbedaan berubah nama menjadi ahlus-sunnah wal-jama’ah, dan secara khusus disebut dengan al-firqah an-najiyah; golongan yang selamat; baik di dunia maupun di akhirat.
Tugas terbesar kenabian yang kini diemban oleh para ‘ulama dan umara’ adalah membina masyarakat. Lantaran masyarakatlah para nabi dan rasul, diutus. Kitab suci diturunkan. Rasulullah s.a.w sendiri telah meletakkan dasar-dasar pembinaan masyarakat Mekkah selama 13 tahun. Di sana, Nabi s.a.w melakukan pembinaan ‘aqidah dan akhlaq, penanaman nilai-nilai luhur menyangkut tata gaul dan berprilaku mulia. Bekerja keras, berdaya cipta tinggi serta berprestasi gemilang. Nabi s.a.w mengajarkan mereka bagaimana berkomunikasi dan menjalin silaturrahim, adab bertutur kata dan menerima tamu, menepati janji, syukur-sabar-ridha, punya sifat amanah, berlaku adil dan bertanggungjawab.
Sementara masyarakat Madinah umumnya setia-kawan, ringan tangan untuk membantu, berjiwa sosial, taat hukum, punya dedikasi tinggi sesuai profesinya sebagai petani kurma sebagian lagi menjadi pedagang. Masyarakat terbaik yang layak menjadi panutan tiada lain adalah masyarakat Mekkah-Madinah yang al-Qur’an sebut sebagai as-sabiqunal-awwalun (at-Taubah:100, al-Fath:29) dan sebaik-baik hasil didikan di zaman terbaik; khairul-quruuni qarnii tsummalladziina yaluunahum.
Sukses besar Rasulullah s.a.w membina masyarakat Mekkah-Madinah justru karena berangkat dari keaneka-ragaman, mirip bhinneka tunggal eka dalam istilah lain. Namun dengan adanya perbedaan; maka dinamikalah yang terjadi. Di sana ada permakluman dan kompromi, toleransi dan lapang dada, menghargai dan menghormati. Dari sini, masyarakat menjadi terpacu untuk bekerjasama, saling bergotong royong, berlomba untuk mempersembahkan karya terbaiknya. Masyarakat Mekkah punya tabiaat yang keras dan pantang menyerah. Kehidupan padang pasir memaksa kaum Muhajirin untuk berani ambil resiko dalam beberapa peristiwa hijrah dan pertempuran karena membela keyakinan dan kemuliaan diri.
Dengan multi-latarbelakang ini, satu dengan yang lain saling ta’aruf; saling memahami dan mengenal adat-istiadat, kebiasaan, tradisi, kultur, budaya, dan norma yang berbeda. Di kemudian hari setelah memasuki tahun kedua hijrah, barulah Rasulullah s.a.w masuk dalam proses pembinaan hukum dan penataan sistem setelah ayat perpindahan Ka’bah turun dua pekan sebelum puasa; sebagai wujud bersatunya kaum muslimin.
WATAK DASAR MASYARAKAT.
Watak dasar masyarakat banyak dipengaruhi oleh (a) Agama/paham yang ia anut, (b) Lingkungan tempat tinggal, (c) Asal keturunan, (d) Makanan yang dikonsumsi, (e) Kelas sosial, (f) Tingkat ekonomi dan (g) Profesi yang ditekuni. Unsur-unsur ini punya pengaruh kuat dalam membentuk prilaku dan budaya masyarakat, khususnya dalam membedakan antara yang benar dan salah, baik dan buruk, yang patut dan boleh dilakukan serta tidak patut dan tidak boleh dilakukan.
Beberapa syiar dan syariat yang membuat masyarakat bersatu meskipun berbeda latarbelakang.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّه ُعَنْهُ قَالَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيْلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ ﴿أخرجه "البُخاري" في "الأدب المفرد" 925 وفي (991) و"مسلم" 5702﴾
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hak seorang muslim terhadap seorang muslim ada enam perkara." Lalu beliau ditanya; 'Apa yang enam perkara itu, ya Rasulullah? ' Jawab beliau: (1) Bila engkau bertemu dengannya, ucapkankanlah salam kepadanya. (2) Bila dia mengundangmu, penuhilah undangannya. (3) Bila dia minta nasihat, berilah dia nasihat. (4) Bila dia bersin lalu dia membaca tahmid, doakanlah semoga dia beroleh rahmat. (5) Bila dia sakit, kunjungilah dia. (6) Dan bila dia meninggalkan, ikutlah mengantar jenazahnya ke kuburan.” (Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad [925,991]; Shahih Muslim [5702])
Para Sosiolog merekomendasikan hadits ini sebagai tonggak tegaknya masyarakat yang selayaknya dijadikan program rutin di semua tingkatan masyarakat.
KEMBANGKAN BAKAT DAN KREATIFITAS
Dunia ke depan adalah dunia yang terbuka. Zaman berubah musim berganti; innaz-zamaan kadisdaara, Shahih Bukhari 6662,3197,4406,7447,5550; Shahih Muslim no. 1679. Dunia hari ini cepat sekali berubah seiring dengan canggihnya sarana informasi dan komunikasi yang kemudian merubah gaya hidup masyarakat, masalah kian jadi kompleks dan cenderung semberawut, kompetisi semakin terbuka lebar saat memasuki tatanan dunia baru yang kita sebuat dengan abad globalisas, era teknologi.
Akibat globalisasi itu, terjadi perubahan life-style atau gaya hidup antara gaya urban dan gaya kota akibat dahsyatnya tontonan, iklan, hiburan dan pasokan produk industry yang melahirkan budaya urban bias dan masyarakat miskin kota; desa jangan, kota pun tidak. Gotong-royong tergeser oleh pragmatisme. Jurang pendapatan menganga lebar, ego/gengsi profesi mencolok, renggangnya silaturahim muzakki-mustahiq, 'alim-jahil, umara' dan rakyat. Kalaupun ada; di sana selalu terselip syirkun-niat; ada udang di balik batu.
Menghadapi tatanan dunia baru itu, masyarakat harus dipersiapkan untuk memiliki keterampilan, mengembangkan bakat dan kreatifitas. Jangan duduk manis menunggu air laut pasang. Peranan elit tokoh, lembaga pendidikan dan da’wah; sangat ditunggu-tunggu.
Satu sisi, globalisasi itu baik; mencerdaskan. Buka telinga buka mata. Namun globalisasi juga merubah penampilan dan gaya hidup. Jangan kata anak muda, orang tua saja bisa kesemsem dan terbawa arus. Selera dan cicipan orang terbawa oleh tayangan iklan. Gaya hidup mewah yang dipertontonkan oleh tayangan TV dan film membuat tukang pancing dilarikan oleh ikan. Kasus-kasus aneh bermunculan, bahkan terkadang lucu dan mengagetkan.
Belum selesai kasus yang satu, muncul lagi kasus baru yang tidak kalah ruwetnya. Beberapa kasus yang perlu penyelesaian tuntas antara lain adalah:
(a) Tradisi modernisme dan tradisionalisme. Secara paham; masyarakat Indonesia terbagi antara tradisional dan puritan, antara klasik dan modern, antara taqlid dan tajid, antara fundamentalis dan liberal. Ke depan dualisme paham ini mesti disiasati dengan perluasan dan pencerahan wawasan serta bukti kerjasama kooperatif dalam bidang-bidang tertentu yang dimungkinkan untuk itu.
(b) Tumpukan masalah yang umum dihadapi oleh masyarakat transisi adalah tumpukan problem moral yang bertolak dari persoalan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Masyarakat kepulauan dekat dengan kebodohan akibat kemiskinan yang berpangkal pada kebijakan pembangunan. Masyarakat kepulauan, karena minim ilmu maka minim pula laju pertumbuhan ekonominya (IEP & GDP Perkapita). Pencapaian pembangunan ke depan adalah capaian ekonomi berbasis pengetahuan (EBP). Negara-negara maju sudah lama membuktikan pengaruh positif IEP terhadap pertumbuhan ekonomi berbasis penguasaan ilmu pengetahuan ini sebagai agenda penting dalam pembangunan bangsa, contohnya adalah Korea Selatan atau yang paling dekat adalah Malaysia.
(c) Ke depan, membangun masyarakat kepulauan bisa dimulai dari pendekatan berbasis hak dasar (right-based approach, yang meliputi: (1) terpenuhinya kebutuhan pangan, (2) kesehatan, (3) pendidikan, (4) pekerjaan, (5) perumahan, (6) air bersih, (7) pertanahan, (8) sumberdaya alam dan lingkungan hidup, (9) rasa aman, (10) hak untuk berpartisipasi, dan (11) hak untuk terbebas dari tindak kekerasan. Tentu saja program ini tidak akan berjalan sesuai harapan, tanpa dukungan tim yang solid, terampil dan mumpuni dengan melibatkan semua elemen masyarakat lintas profesi. Disertai langkah-langkah yang nyata dan terencana, terukur dan berkesinambungan.
(d) Dari sudut da’wah, perlu diwujudkannya kerjasama da’wah secara konkrit yang berbasis pada solusi mengatasi masalah (problem solving), pelayanan, pendidikan dan pengajaran berbasis kreatifitas dan produktifitas melalui lembaga pengkaderan yang profesional, bermoral, misionir, dan visionir ditopang oleh tujuan yang jelas, tim pendukung yang solid, fasilitas yang memadai, tersedianya sistem (pengetahuan, pengalaman, keterampilan, keahlian dan kehandalan) dan sub-sistem (kebutuhan, perlengkapan, proses koordinasi dan tindakan bersinergi). Mari kita bekerjasama.
Drs.H. Syamsul Bahri,MH
Asal Pulau Pagerungan Kecil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar