A.DUSTUR
ILAHI
يَا
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَكُوْنُوا مَعَ الصَّادِقِيْنَ
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan jadilah kalian bersama
orang-orang yang jujur.” At-Taubah:
119.
Ibnu Mas’ud berkata: “Kedustaan itu tidak pantas digunakan
untuk suatu keseriusan, tidak pula dalam senda-gurau. Jika engkau mau, bacalah
ayat di atas. Kemudian beliau katakan: “Apakah dalam ayat ini engkau dapati
adanya satu keringanan bagi seorang pun untuk berdusta?”
Imam
Ibnu Katsir berkata: “Jujurlah
engkau dan pegang erat-erat kejujuran itu. Niscaya engkau akan menjadi orang
yang jujur dan selamat dari hal-hal yang membinasakanmu. Dengan kejujuran, Allah akan menjadikan untukmu kelapangan dan jalan
keluar bagi segala urusanmu.” Tafsir Ibnu Katsir (Juz 2:525-526)
قاَلَ عَبْدُ اللَّهِ بْنِ كَعْبٍ : فَمَا أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيَّ نِعْمَةً
بَعْدَ اْلاِسْلاَمِ أَعْظَمَ فِي نَفْسِي مِنْ صِدْقِي رَسُولَ اللَّهِ حِينَ صَدَقْتُهُ أَنَا وَصَاحِبَايَ وَلاَ
نَكُونُ كَذَبْنَا فَهَلَكْنَا كَمَا هَلَكُوا وَإِنِّي َلأَرْجُو أَنْ لاَ
يَكُونَ اللَّهُ أَبْلَى أَحَدًا فِي الصِّدْقِ مِثْلَ الَّذِي أَبْلاَنِي مَا
تَعَمَّدْتُ لِكَذِبَةٍ بَعْدُ وَإِنِّي َلأَرْجُو أَنْ يَحْفَظَنِي اللَّهُ
فِيمَا بَقِيَ
Berkata Ka‘ab bin Malik : “Tidak ada kenikmatan terbesar yang Allah
berikan padaku setelah keislaman selain dari kejujuranku terhadap Rasulullah ketika aku dan dua sahabatku (yaitu Mirarah bin
Rabi' dan Hilal bin Umayyah Adhdhamri) jujur, seandainya kami berkata dusta,
maka kami akan binasa sebagaimana mereka yang binasa dan aku berharap semoga
Allah tidak menguji kejujuran orang lain seperti Allah menguji
kejujuranku. Setelah kejadian ini, aku
tidak berani berdusta, dan aku berharap semoga Allah menjagaku dalam sisa
hidupku."
Shahih
Bukhari (4401, 2606); Shahih Muslim (2769)
عَنْ ابْنِ
عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ قَالَ بَيْنَمَا
ثَلاَثَةُ نَفَرٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ يَمْشُونَ إِذْ أَصَابَهُمْ مَطَرٌ
فَأَوَوْا إِلَى غَارٍ فَانْطَبَقَ عَلَيْهِمْ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ
إِنَّهُ وَاللَّهِ يَا هَؤُلاَءِ لاَ يُنْجِيكُمْ إِلَّا الصِّدْقُ فَليَدْعُ
كُلُّ رَجُلٍ مِنْكُمْ بِمَا يَعْلَمُ أَنَّهُ قَدْ صَدَقَ فِيهِ
Dari Ibnu 'Umar bahwa Rasulullah bersabda: "Ada tiga orang dari
orang-orang sebelum kalian yang ketika sedang bepergian turun hujan. Ketiganya lalu
masuk ke dalam gua, namun kemudian gua itu (pintunya) menutup mereka. Di antara
mereka berkata kepada yang lainnya; "Demi Allah, wahai kawan, tidak akan
ada yang dapat menolong kalian kecuali kejujuran (kebajikan). Maka masing-masing dari
mereka berdo'a dengan apa yang mereka ketahui sebagai suatu kebajikan. Shahih
Bukhari (3278)
عَنْ
نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ التَّاجِرُ
اْلأَمِينُ الصَّدُوقُ الْمُسْلِمُ مَعَ الشُّهَدَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Dari Nafi' dari Ibnu Umar ia berkata; "Rasulullah bersabda: "Seorang pedagang yang
dapat dipercaya, jujur dan muslim, maka kelak pada hari Qiamat ia akan bersama
para syuhada." Hadits hasan, HR Ibnu Majah (2139). Shahih
Targhib wa at-Tarhib (1783)
عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ ،
حَدَّثَنِي أَبِي ، عَنْ جَدِّي ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ يَقُولُ : وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ
فَيَكْذِبُ ، لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ ، وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.
Bahz bin Hakim telah menceritakan kepada kami
bapakku dari kakekku dia berkata: Aku mendengar Nabi bersabda: "Celakalah bagi orang yang
mengatakan sesuatu agar supaya ditertawakan oleh orang orang kemudian dia berbohong, celakalah baginya dan celakalah
baginya." Hadits Hasan,
HR Abu Dawud (4990), Tirmidzi (2315), Ahmad (20035), Shahih Targhib wa
at-Tarhib (2944)
B. TENTANG
TOPIK INI
Dunia
modern hari ini, dilanda krisis kejujuran.. Budaya birokrasi sudah begitu lama
dibentuk lewat tampilan “wajah hipokrit/munafik”, sehingga kejujuran menjadi
barang langka di pasaran Hukum tidak
ditegakkan dengan jujur oleh para pengembannya, keadaan ekonomi jadi
carut-marut karena ketidak-jujuran para penguasa dan para pengusaha. Ranah
politik adalah zona paling serius dilanda erosi kejujuran. Guru kencing
berdiri, murid kencing lari.
Keadilan
hukum hanya bisa tegak oleh kejujuran, korupsi hanya bisa diobati oleh
kejujuran, Kejujuran telah menyelamatkan Nabi Yusuf dari fitnah. Dari Nabi Yusuf yang jujur, Mesir keluar dari krisis. Dengan kejujuran, Rasulullah menundukkan akar jahiliyah Arab Quraisy.
Kejujuran para penghapal dan penulis wahyu yang telah menyelamatkan kitab suci
al-Qur’an dan sabda Nabi yang mulia. Kejujuran pangkal semua kebaikan, as-shidqu
ra’su kulli syai’.
Kejujuran
adalah akhlaq paling mulia di atas yang lain. Nikmat terbesar setelah islam
adalah jujur. Imam Ibnul Qayyim
al-Jauziyah (w.751 H) menulis, semua tangga “iyyakana’budu wa’iyyakanasta’in”,
mampir pada maqam kejujuran. Kejujuran
sifat para Nabi dan Rasul, dan hiasan bagi orang mu’min. Tak ada iman tanpa
kejujuran, Asas agama tegak di atasnya. Kejujuran
bertumpu pada kebenaran, kebaikan, dan keindahan. Kejujuran pangkal
thuma’ninah. Kejujuran pembeda orang mu’min dengan munafik, pembeda ahli syurga
dan ahli neraka, Kejujuran, senjata Allah di muka bumi ini.
Ibadah
tidak sah, tanpa kejujuran dalam niat dan tujuan. Kesaksian dipandang palsu
jika keluar dari lisan dusta orang fasik.
Kejujuran, pemikat hubungan mu’amalat, Khadijah bint Khuwailid tertarik kepada Nabi Muhammad , lantaran sifat “al-amin.”
Kejujuranlah yang menempatkan para sahabat dalam tabaqat “radhiya’l-lahu ‘anhum
wa radhuw ‘anh.”
Ka‘ab
bin Malik dan dua temannya, bulan Rajab 9 H, mendapatkan
ampunan dari Allah setelah 50 hari diisolasi, karena keterus-terangannya di
hadapan Nabi mengutarakan kejujurannya tidak ikut perang Tabuk,
akhirnya turun ayat atas kejujuran mereka bertiga di surah at-Taubah: 95-96
& 118.
‘Aisyah
disucikan namanya oleh Al-Qur’an, karena
kejujurannya bertahan dalam badai fitnah “haditsul-ifki” pada bulan
Syawwal tahun 6 H dengan turunnya surah an-Nur:11- 21.
C. FAWA'ID: BEBERAPA FAEDAH
1. Jujur tanda
sekaligus wujud iman yang tertinggi, tanpa jujur orang mu’min tak ada bedanya
dengan orang munafik, fasiq dan kafir. Ketidak-jujuran musuh agama, musuh
kemajuan dan peradaban. Ketidak-jujuran biang carut-marutnya krisis bangsa dan
Negara.
2.
Ke depan, tabi’at jujur perlu dikenalkan secara terbuka,
dibiasakan dan dikebangbiakkan sehingga tumbuh menjadi karakter personal,
syakhsiyah muslim yang dengan imannya tumbuh kejujuran, yang dengan ibadatnya
terbentuk sosok yang jujur, Dan negara harus mengkampanyekan gerakan kejujuran.
3.
Kejujuran tidak akan terealisir –tutur Imam Harits
al-Muhasibi (w.243 H)- kecuali tercipta dalam 3 tindakan nyata, jujur dalam
niat (ikhlas), jujur dalam ucapan (shiddiq), jujur dalam amal (mardhatillah),
jujur dalam menyampaikan amanah, jujur dalam berjanji, jujur dalam menjalankan
tugas sebagai ini sebagai itu.
4.
Kejujuran pangkal segala kebaikan dan kemaslahatan.
Kejujuran sumber ketenangan jiwa (raahah nafsiyah) dan ketentraman batin
(thuma’ninah al-qalb). Jujur mengundang keberkahan hidup. Kejujuran
telah menyelamatkan Nabi Yusuf , Kejujuran telah menempatkan para
Nabi dan pewarisnya pada derajat mulia. Kejujuran telah menyelamatkan 3 orang
yang terjebak dalam goa. Para Sahabat Nabi terkenal dengan sifat jujurnya.
Biasakanlah sifat jujur sehingga menjadi hiasan iman, ilmu dan amal,
5.
Keutamaan jujur: pedagang yang jujur; harta, pekerjaan
dan hasilnya akan Allah berkahi, bersama para Shiddiqin di syurga, kejujuran
setara dengan maqam syuhada’. Suami-isteri yang tidak jujur, digolongkan dayyuts
(ديوث).
Para Perawi hadits yang tidak dijujur digelar dengan kadzzab (pendusta) dan
dajjal.
D. TA‘AMMULAT, RENUNGAN
(1) Kisah Ibnu Umar dengan Tukang Gembala
عَنْ
زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ قَالَ: مَرَّ ابْنُ عُمَرَ بِرَاعِي غَنَمٍ، فَقَالَ: يَا رَاعِيَ
الْغَنَمِ، هَلْ مِنْ جَزْرَةٍ ؟ قَالَ الرَّاعِي: مَا لَيْسَ هَاهُنَا رَبُّهَا. قَالَ:
تَقُولُ أَكَلَهَا الذِّئْبُ، فَرَفَعَ الرَّاعِي رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ، ثُمَّ
قَالَ: فَأَيْنَ اللَّهُ ؟ فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: فَأَنَا وَاللَّهِ أَحَقُّ أَنْ أَقُولَ:
فَأَيْنَ اللَّهُ. فَاشْتَرَى ابْنُ عُمَرَ الرَّاعِيَ، وَاشْتَرَى الْغَنَمَ، فَأَعْتَقَهُ
وَأَعْطَاهُ الْغَنَمَ.
Zaid bin Aslam berkata: Ibnu ‘Umar pernah melewati seorang
penggembala kambing. Ibnu Umar bertanya: “wahai tukang gembala, apakah kau mau
jual kambing.” Tukang gembala berkata: “pemiliknya tidak ada disini.” Ibnu
Umar: “katakan saja, kalau kambing itu disergap serigala.” Tukang gembala
mendongakkan kepalanya ke langit sambil berkata: “maka di mana Allah?” Ibnu
Umar: “aku lebih pantas mengucapkan kata fa’ayna’l-lah.” Maka Ibnu Umar menebus
tukang gembala itu dan membeli kambing tadi, lalu membebaskannya dan
menyerahkan kambing itu kepadanya.”
HR Imam Thabarani dalam
Mu’jam al-Kabir (13054), Imam Baihaqi, Syu’abul-Iman (8614) Imam al-Harawi
dalam Arba’in, dihasankan oleh Imam al-Haitsami, Majma’ Zawa’id no.: 15866
(2) Kisah Umar bin
Khatthab dengan Puteri Penjual Susu
'Abdullah bin Zaid
bin Aslam dari bapaknya dari kakeknya Aslam, ia berkata: suatu malam, Khalifah
Umar al-Faruq memeriksa
kondisi rakyat. Sampai tengah malam, saat khalifah bersender ke tembok rumah.
Tiba-tiba, Umar mendengar suara seorang wanita berkata kepada putrinya, “Yā
ibnatāh quwmiy ilā dzālika'l-laban famdzuqīh bi'l-mā'i, wahai puteriku
berdirilah campurlah susu itu dengan air.” Gadis itu menjawabnya, “Wahai ibuku!
Tidakkah engkau mengetahui apa yang ditekankan Amirul Mukminin?” Wanita itu
berkata, “Apa yang ditekankan olehnya, wahai putriku?” Dia berkata, “Dia
memerintahkan penyerunya untuk berseru, ‘Jangan (mencampur) susu dengan air’.”
Wanita itu berkata,
“Campurlah susu itu dengan air, lalu campurlah ia dengan air, sesungguhnya kamu
berada di sebuah tempat yang kamu tidak akan dilihat oleh Umar, dan tidak pula
penyeru Umar.” Dengan tangkas gadis itu menyanggah, "yā ummatah wallāhi
mā kuntu la'uthī'uhū fi'l-mala'i wa 'a'shīhi fi'l-khalā'i. “Wahai
ibuku! Demi Allah, aku tidak mau menurutinya di depan umum lalu mendurhakai-Nya
di kala sendiri.”
Pagi harinya, Umar berkata
kepada putranya, Ashim, “Pergilah ke tempat ini, sesungguhnya di sana terdapat
seorang gadis. Jika ia tidak sibuk, nikahilah dia. Semoga Allah menganugerahimu
kelembutan yang diberkahi darinya.”
Dari pernikahan ini Ashim bin Umar bin Khatthab memiliki anak
bernama 'Ummu Ashim, yang kemudian
dinikahi oleh Abdul Aziz bin Marwan dan memberinya anak, Umar bin Abdul Aziz,
sang pemimpin yang adil, semoga Allah Ta’ala merahmati dan meridhainya.
Sumber: “90 Kisah Malam Pertama”, Abdul Muththalib Hamd Utsman,Pustaka
Darul Haq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar