Buletin Al-Jazeera dibagi secara cuma-cuma ke Masjid-masjid di Kepulauan Sapeken, Kangean, Bali, Kupang, Batam dan Jakarta dalam rangka program pencerdasan ummat. Infaq dan sedekah anda sangat membantu kelangsungan buletin dakwah ini. Salurkan bantuan anda ke Bank Mandiri Cabang Jakarta Kramat Raya no.rek: 1230005638491 an: Khairiyah (0813-1132.7517)

Kamis, 23 Januari 2014

PEMIMPIN ITU CERMIN



عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ
Abu Hurairah r.a meriwayatkan, Nabi s.a.w bersabda: Sesungguhnya seorang imam (pemimpin) itu merupakan pelindung. Dia bersama pengikutnya memerangi orang kafir dan orang dzalim serta memberi perlindungan kepada orang-orang Islam. Sekiranya dia menyuruh supaya bertaqwa kepada Allah dan berlaku adil maka dia akan mendapat pahala, akan tetapi sekiranya dia menyuruh selain dari yang demikian itu, pasti dia akan menerima akibatnya.” Shahih Bukhari [2956]; Shahih Muslim [1841] 


IMAMAH ITU AMANAH. Bagi Islam, persoalan imamah berkaitan dengan banyak aspek, di antaranya persoalan; (a)  al-wilāyāt, wilayah kekuasaan, siapa yang layak siapa yang tidak layak, karena itu diperlukan syarat kelayakan menjadi pemimpin, (b) al-iqtidā’, soal keteladanan atau kepantasan untuk diikuti, (c) ar-ri’āsah, yaitu kepemimpinan dan kemampuan mewariskan nilai-nilai. Dari sini, timbul syarat dan kriteria imam (istihqāqul-imāmah), ada prosesi pengangkatan dan pemberhentian imam.


 


Abu Hurairah RA meriwayatkan, Rasulullah s.a.w pernah mengutus suatu ekspedisi jumlahnya sekitar satu nafar (rombongan). Nabi s.a.w bertanya,  “mādzā ma’aka minal-qur’ān; siapa di antara kalian yang bacaan Qur’annya lumayan?. Anggota rombongan dikumpulkan untuk test bacaan. Hasilnya, belum masuk kriteria.  Ada anggota rombongan yang usianya lebih tua, ia ditanya: “mādzā ma’aka minal-qur’ān yā fulān,”  ia menjawab: “ma’iy kadzā wa kadzā wa sūratil-baqarah,” hapalan Qur’anku sekitar ini dan ini, di antaranya surah al-Baqarah. Nabi s.a.w bersabda: “idzhab fa’anta amīrahum,” berangkatlah kalian, dan andalah yang menjadi amir safar. (Shahih Ibnu Khuzaimah, Kitābul-Imāmah Fi-Shalāh wamā Fīhā minas-Sunan, no.hadits:7051)


 


KRITERIA. Dialog ini memperlihatkan, betapa beratnya mengemban amanah imamah (jadi pemimpin). Dibutuhkan sekian banyak syarat. (1) Syarat agama yakni Islam, (2) Syarat gender harus dzukūrah (laki-laki), khususnya untuk jabatan strategis seperti hakim dan kepala negara (3) Syarat kematangan harus ‘aqil-baligh, (4) Syarat keahlian, yaitu ahlul ‘ilmi paling tidak pakar dibidangnya, (5) Syarat kesehatan; tidak cacat mental, cacat fisik atau disfungsi panca indera, (6) Syarat kepribadian; yaitu orang adil bukan orang fasiq atau dzalim, memiliki rekam jejak keshalehan; seperti amanah (punya integritas moral), fathonah (cerdas, berwibawa dan bijaksana), shiddiq (jujur, benar dan dapat diteladani, tidak terlibat KKN), serta tabligh (aktif, komunikatif dan aspiratif). (7) Syarat kesatriaan; punya komitmen untuk membela dan menegakkan syariat Islam, punya kemampuan untuk memperbaiki keadaan khususnya dibidang tertentu yang bermasalah.

 

 

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم:ثَلاَثَةٌ لاَ تُقبَلُ لَهُمْ صَلاَةٌ : الرَّجُلُ يَؤُمُّ الْقَوْمَ ، وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ ، وَالرَّجُلُ لاَ يَأْتِي الصَّلاَةَ إلا دِبَارًا (يَعْنِي بَعْدَ مَا يَفُوتُهُ الْوَقْتُ) ، وَمَنِ اعْتَبَدَ مُحَرَّرًا.أخرجه أبو داود (593) و"ابن ماجة"970

Dari Abdullah bin Amru ia berkata, "Rasulullah s.a.w bersabda: "Tiga golongan yang shalatnya tidak diterima; seseorang yang mengimami suatu kaum sementara mereka tidak menyukainya, orang yang tidak melaksanakan shalat kecuali telah habis waktunya, dan orang yang memperbudak orang merdeka." Abu Dawud & Ibnu Majah, Shahihul Jami (8011)



Berkata Shiddiq Hasan Khan rahimahullah, “Dhahir hadits yang menerangkan hal ini, bahwa tidak ada perbedaan antara orang-orang yang membenci dari orang-orang yang mulia (ahli ilmu), atau yang lainnya. Maka, dengan adanya unsur kebencian, dapat menjadi udzur bagi yang layak menjadi imam untuk meninggalkannya".

 


Dalam Islam, imamah safar adalah salah satu model percontohan  imamah. Menjadi imam ketika  bepergian bisa menjadi ukuran keberhasilan memimpin imamah yang lebih luas. Menjadi imam musafir gampang-gampang susah. Dibutuhkan syarat ke'arifan, kefaqihan dan ke'aliman. Sulitnya rute perjalanan, perasaan letih, perjalanan yang melelahkan, makan minum dan istirahat yang terganggu; menyebabkan imam safar bekerja lebih ekstra dalam memahami spektrum jamaahnya satu persatu. Apalagi –tulis Imam as-Syafii rahimahullah- keluar watak asli orang ketika ia safar. Musafir mudah tersulut emosi, bawaannya spaning tinggi melulu,  Karena itu, Allah s.w.t menurunkan syariat rukhsah (keringanan, dispensasi) buat musafir.


 


Utsman bin Abil-'Ash RA saudara kandung sahabat Hakam bin Abil-'Ash at-Tsaqafi dari Bani Tsaqif 


Adalah seorang amir al-fadhil wal-mu'taman, mulia dan amanah dalam kepemimpinannya. Setelah menyatakan keislamannya di tahun 'amul-wufud tahun ke-9 H, Nabi s.a.w tetap menunjuknya sebagai amir di tengah  kaumnya Bani Tsaqif, padahal usianya saat itu masih terbilang muda. Nabi s.a.w bersabda: "anta imāmahum, anda pemimpin mereka".  Di zaman Abu Bakar Shiddiq (10-13 H) ia terpilih menjadi Gubernur Thaif, di zaman khalifah Umar (13-23 H) ditunjuk menjadi Gubernur Oman dan Bahrein. Dan di tangannya terbuka kejayaan agama, penaklukan dan kesejahteraan ummat.


 


Dalam dialog di atas, Nabi s.a.w menahan keberangkatan rombongan itu sebelum jelas siapa amir safarnya. Frase ini menunjukan, betapa urusan imamah ini adalah persoalan serius. Urusan imamah menyangkut tegaknya tulang punggung kehidupan. Imamah adalah penyangga agama dan penangkal kerusakan. Agama adalah landasan, sedang kekuasaan adalah penyangga. Tanpa landasan, kehidupan bisa runtuh dan tanpa penyangga, agama tidak maksimal berdaulat. Tanpa agama, kekuasaan akan diktator dan merusak tatanan kehidupan sebagaimana pernah dialami oleh kaum Bani Israil di era Fir‘aun.



Jadi penegakan kepemimpinan yang kuat dan amanah (al-qawiyyul amin dan al-hafidzul-‘alim) adalah suatu keniscayaan syar‘i. Dari tangan pemimpin diharapkan lahir  perubahan yang bermashlahat dan dapat mengembalikan kejayaan, sebagaimana dilakukan oleh Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman ‘alayhimassalam, serta bisa mencegah kerusakan global sebagaimana dilakukan oleh Dzulqarnain atas kerusakan yang ditimbulkan oleh Ya’juj dan Ma’juj.  



مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلاَّ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

"Tidak seorang pun yang diamanati oleh Allah memimpin rakyat kemudian sampai ia mati ia masih menipu rakyatnya, melainkan pasti Allah haramkan baginya syurga." Shahih Muslim (142) dari Ma'qil bin Yasar


مَنْ وَلاَّهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمْ احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ دُونَ حَاجَتِهِ وَخَلَّتِهِ وَفَقْرِهِ
"Barangsiapa yang Allah 'Azza wajalla serahkan kepadanya sebagian urusan orang muslim kemudian ia menutup diri dari melayani kebutuhan mereka dan keperluan mereka, maka Allah menutup diri darinya dan tidak melayani kebutuhannya, serta keperluannya." HR Imam Abu Dawud (2948); Imam Tirmidzi (1333) dari Qasim bin Mukhaimirah. As-Shahihah Syeikh Albani (629)

 


PEMIMPIN ITU CERMIN. Nabi s.a.w bersabda:  "al-imāmu dhāmin" pemimpin itu penjamin atau pihak yang menanggung. Jika dia baik, maka rakyatnya ikut baik. (Shahihul Jami':4552). Imam al-Khatthabi (w.388 H) dan Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah (w.751 H) menerjemahkan kata dhamin dengan "al-mutakaffil" yaitu pihak penanggung yang bertanggungjawab membereskan urusan sampai tuntas hingga orang lain tidak merasa khawatir lagi dibuatnya.



Jadi pemimpin adalah cermin dan wajah bangsa. Nasib rakyat, berada dalam genggaman kekuasaannya. Dalam  riwayat Ibnu Mas'ud RA Nabi s.a.w tandaskan: “sepeninggalanku nanti akan muncul pemimpin-pemimpin yang kalian tidak sukai.”(Bukhari-Muslim). Ukuran tidak suka ini, antara lain karena pemimpin terpilih ternyata lebih mementingkan diri sendiri dan kelompoknya, seperti  ditunjukan oleh hadits berikut:

حَدِيثُ أُسَيْدِ بْنِ حُضَيْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ رَجُلاً مِنَ اْلأَنْصَارِ خَلاَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَلاَ تَسْتَعْمِلُنِي كَمَا اسْتَعْمَلْتَ فُلاَنًا فَقَالَ إِنَّكُمْ سَتَلْقَوْنَ بَعْدِي أَثَرَةً فَاصْبِرُوا حَتَّى تَلْقَوْنِي عَلَى الْحَوْضِ 

Usaid bin Hudhair r.a meriwayatkan: Seorang lelaki Anshar datang sendirian menghadap Rasul s.a.w, dia berkata: “Kenapa baginda tidak menugaskan aku sebagaimana engkau telah tugaskan si Fulan? Rasulullah s.a.w menjawab dengan bersabda: Sesungguhnya kamu akan bertemu pemimpin yang mementingkan diri sendiri serta congkak sepeninggalanku nanti, maka hendaklah kamu bersabar sehingga kamu menemui aku di telaga (dalam syurga).” Shahih Bukhari [2247,2248,2978,2992,3581,3582, Shahih Muslim [1845]

 


Tipe pemimpin seperti ini kelak pada hari Qiamat akan dipermalukan di hadapan rakyatnya sendiri yang pernah ia tipu.

 

عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ حاَرِثَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ يُؤْتَى بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ فَيَدُورُ بِهَا كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِالرَّحَى فَيَجْتَمِعُ إِلَيْهِ أَهْلُ النَّارِ فَيَقُولُونَ يَا فُلَانُ مَا لَكَ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ فَيَقُولُ بَلَى قَدْ كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ وَأَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ (متفق عليه)

“Seseorang dihadapkan pada hari Qiamat, langsung dilemparkan ke dalam neraka. Keluarlah usus perutnya, dalam keadaan seperti itu ia berputar-putar di dalam neraka bagaikan keledai yang berputar di sekitar penggilingan. Maka, berkerumunlah ahli neraka padanya sambil bertanya; “Hai Fulan, Apa yang terjadi pada dirimu. Bukankah engkau ini dahulunya menganjurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran? Jawabnya: Benar, aku dahulu menganjurkan kebaikan, tetapi tidak saya kerjakan. Aku mencegah yang munkar, tetapi aku sendiri yang mengerjakannya.”  Muttafaq 'alayh. Shahih Bukhari (3267, 7098) Shahih Muslim (7592)


 

Tidak ada komentar: