Buletin
Al-Jazeera, edisi 22/Th.4/2012
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ
الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ اللَّهِ لاَ تَكُنْ بِمِثْلِ فُلاَنٍ كَانَ يَقُومُ
اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ﴿متفق عليه﴾
Dari ’Abdullah bin ’Amr bin ’Ashr ra, Rasulullah saw berpesan: “Wahai ‘Abdullah, jangan sekali-kali
kamu meniru perbuatan si Fulan. Pada awalnya rajin qiamul lail, tapi pada
akhirnya dia meninggalkan kebiasaan qiamul lailnya.” (Muttafaq ‘alayh,
Bukhari [1152], Muslim [1159])
AKANKAH INI RAMADHAN TERAKHIR.
Umumnya ada 3 keadaan orang setelah Ramadhan berlalu;
(a) pilihan pertama; tetap taat dalam kebenaran dan kebaikan, karena dia menjadikan
Ramadhan sebagai ghanimah rabbaniyah; hadiah termahal dari Allah s.w.t untuk
menebus kesalahan dan memperbaiki diri.
(b) pilihan kedua, kembali kumat ba‘da Ramadhan. Inilah orang-orang yang dijajah oleh
hawa-nafsunya. Baginya ramadhan tak ubahnya seperti obat nyamuk.
(c). pilihan ketiga, biasa-biasa saja,mau di bulan atau di luar bulan ramadhan;
baginya sama saja, tak ada yang istimewa.
Orang kedua dan ketiga, setali-tiga uang.
Sabda Nabi saw "raghima anfu rajulin dakhala 'alayhi ramadhan tsumma'n-salakha qabla
an yughfara lahu." Rugilah orang yang memasuki dan mengakhiri Ramadhan sementara
dosanya tidak Allah ampuni." Tirmidzi dll, Shahihul-Jami' [3510].
Kemana pahala puasanya? Orang itu hanya kebagian haus dan lapar, hanya mendapat
cape dan letih. Dan inilah orang yang tekor, paling merugi tiada tara.
(HR.Nasa'i dari Abu Hurairah saw Takhrijul Ihya':443).
Orang
pertama jika ramadhan berlalu, berada di antara dua keadaan; antara
khawatir dan harap (bayna’l-khawf wa ar-raja‘). Khawatir jika umurnya
tidak sampai ke Ramadhan tahun berikutnya. Khawatir jika amalnya tidak bisa
menebus dosa-dosanya. Dan berharap moga-moga amal ibadah mereka diterima,
dicatat sebagai amal shalih dan keluar dari Ramadhan sebagai pemenang
(mina’l-‘â’idîn wa’l-fâ’idzîn).
10 TANDA.
Setiap sesuatu ada tandanya –likulli sya’in ‘alamât-, lalu
apa tanda diterimanya amaliah ramadhan. Syeikh Jibrin (w.1430 H/2009 H) dari
Komisi Fatwa Kerajaan Saudi ‘Arabia menjawab dengan 10 tanda ketika beliau
ditanya soal ini;
(1) memohon doa kepada Allah supaya tetap konsisten ‘rabbanaa
laa tuzigh quluubanaa ba’da idz hadaytanaa’ (Qs.3:8), Ya Allah jangan kau
palingkan hati kami setelah Engkau anugerah hidayah-Mu
(2) Tetap menghadiri
majlis orang-orang shalih. Karena Nabi bersabda; ar-rajulu
‘alaa diyni khaliylihii, kebaikan seseorang itu bergantung kepada agama
orang yang menemaninya (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad. Shahihul Jami’ (3435).
(3) Meneledani ibadah para shalihin yang tetap stabil, di
dalam maupun di luar bulan ramadhan. Nabi bersabda: “laa takun
mitsla fulaan, kaana yaquumul-lail fataraka qiyaamul-lail, kalian jangan
seperti si Fulan, awalnya rajin sholat malam setelah itu, ia tinggalkan
kebiasaan sholat malamnya.” Shahih Bukhari (1101),
(4) Rajin mendengarkan taushiah supaya hati tetap kondusif,
bisa melalui kaset-kaset kalau tidak sempat hadir. (5). Senantiasa menjaga
kewajiban sholat 5 waktu secara berjamaah, sebab Nabi bersabda:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِي
جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الْأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ
بَرَاءَةٌ مِنْ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنْ النِّفَاقِ
ِِAnas
bin Malik meriwayatkan,
Rasulullah bersabda:
"Barangsiapa shalat berjama'ah selama 40 hari dengan mendapatkan takbir
pertama imam (ikhlas karena Allah), maka akan dicatat baginya terbebas dari dua
hal; terbebas dari api neraka dan terbebas dari sifat munafik." (HR
Tirmidzi, as-Shahihah Albani no.:1979)
(6). Tekun memelihara amalan sunnah, mengingat fungsinya
sebagai pelengkap dan penyempurna amal fardhu. Seperti sempurnanya puasa dengan
zakat fithrah, sempurnanya sholat fardhu dengan sholat-sholat sunnah. Nabi bersabda: "Wahai
sekalian manusia, beramallah menurut yang kalian sanggupi, sesungguhnya Allah
tidak akan bosan sehingga kalian merasa bosan, sesungguhnya amalan yang paling
dicintai Allah adalah yang dikerjakan secara berkelanjutan walaupun
sedikit." Shahih Bukhari (5523).
(7) Tetap menjaga kitabullah dengan senantiasa membaca dan
mengamalkan isi/kandungannya. Orang yang rajin membaca al-Qur’an, Allah
pelihara dari jilatan api neraka, bisa menjadi syafaat dan menerangi kuburannya
(Shahihul Jami’ Syeikh Albani 3882).
(8) Tetap memelihara dzikir dan permohonan ampun kepada
Allah, baik dzikir lafdzi (sebut asma Allah) maupun dzikir hukmi (ingat Allah
dengan menjauhkan diri dari dosa).
(9) Menjauhkan diri
dari segala perkara yang merusak hati, membinasakan diri dan menghapus amal
atau hal-hal yang sia-sia secara umum, sebab Nabi bersabda, “min
husni islaamil-mar’i tarkuhuu maalaa ya’niyhi”, di antara tanda kebaikan
agama seseorang adalah kemampuannya untuk meninggalkan hal-hal yang sia-sia. Shahih
Ibnu Majah (3211)
(10) Konsisten dengan taubat nashuha. Ahli ilmu mengatakan,
“Sesungguhnya kemaksiatan itu berjalan menuju kekufuran. Manusia berpindah dari
satu bentuk kemaksiatan kepada kemaksiatan berikutnya, sampai akhirnya dia
keluar dari agamanya.”
PUASA SYAWAL PENUTUP RAMADHAN.
Puasa 6 hari di bulan Syawal adalah termasuk kesempatan
emas, sekali setahun. Puasa Syawal wujud kesinambungan ketaatan, bukti
kestabilan sekaligus kelanggengan tadzkiyah nufus. Dengan puasa syawal puasa
Ramadhan yang syarat- rukunnya kurang sempurna, jadi tertutupi. Posisi puasa
syawal tak ubahnya seperti posisi shalat sunnah ba‘diyah terhadap shalat wajib
yang menutup rapat ketidaksempurnaan pelaksanaan shalat fardhu. Jika puasa
Syawal dikaitkan dengan puasa Sya‘ban, maka puasa Sya‘ban berkedudukan sebagai
qabliyah Ramadhan, sementara puasa Syawal sebagai ba‘diyah Ramadhan.
Fungsi
amalan sunnah pada hari Qiamat nanti memang menjadi pelengkap dan penyempurna
amalan fardhu. Sehingga setiap muslim harus punya kepedulian, kegemaran dan
kesetiaan melakukan amalan sunnah mustahabbah, termasuk puasa 6 hari di bulan
syawal. Puasa 6 hari di bulan Syawal mengantarkan orang yang berpuasa setelah
mendapatkan ampunan menuju persiapan
pemberangkatan haji ke Baitullah. Dengan puasa Syawal diharapkan alumni
Ramadhan dapat terhindar dari futur dalam Ibadah, semacam panas-panas tahi
ayam.
Puasa
Syawal membuat kita semakin dekat mengenal tabiat hati yang bolak-balik dan
sifat iman yang maju-mundur (8:2; 9:124; 48:4). Dengan demikian komitmen
iman-islam dan peningkatan amal shalih dapat terpelihara dengan istiqamah,
qanit dan tsabat sepanjang tahun seumur hidup, insya Allahu Ta‘ala.
Puasa 6 hari di bulan Syawal, caranya boleh
berturut-turut (Imam Ibnul Mubarak sesuai HR.Turmudzi) atau berselang-seling yang penting masih di
bulan syawal (Imam Ibnu ‘Abdil Barr sesuai HR. Nasa’i dari ‘Aisyah ). Waktunya: boleh langsung, sehari setelah Idul Fithri (Imam
As-Subki). Boleh juga tidak langsung, karena dipakai untuk qadha’ puasa dan
udzur lain (Jumhur Fuqaha’).
Imam
An-Nawawi mengatakan:
"para ahlul ilmi dari sahabat-sahabat kami berkata puasa Syawal hukumnya sunnah
mustahabbah. Disukai secara berurutan pada awal-awal syawal, tapi jika
seseorang memisahkannya atau menunda pelaksanaannya hingga akhir syawal, ini
juga diperbolehkan, karena dia masih berada pada makna umum dari hadits
tersebut. Kami tidak berbeda pendapat mengenai masalah ini dan inilah juga
pendapat Ahmad dan Abu Dawud." [Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab]
Fatâwa
Al-Lajnah Ad-Dâ'imah lil Buhûts wal Iftâ' (10/392) menyarankan agar
mendahulukan membayar hutang puasa sebelum puasa Syawal. "Jika seseorang
tertinggal beberapa hari dalam Ramadhan, dia harus berpuasa terlebih dahulu,
lalu baru boleh melanjutkannya dengan 6 hari puasa Syawal, karena dia tidak
bisa melanjutkan puasa Ramadhan dengan 6 hari puasa Syawal, kecuali dia telah
menyempurnakan Ramadhannya terlebih dahulu." Demikian Lajnah Da’imah.
Abū
Taw Jieh Robbānie
Serdang-Kemayoran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar