Buletin Al-Jazeera, edisi 18/Th.3/2011
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِي وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي فِيهَا مَعَاشِي وَأَصْلِحْ لِي آخِرَتِي الَّتِي فِيهَا مَعَادِي وَاجْعَلْ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِي فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلْ الْمَوْتَ رَاحَةً لِي مِنْ كُلِّ شَرٍّ ﴿مسلم في صحيحه ج4/ص2087 ح2720﴾
Abu Hurairah meriwayatkan: Rasulullah biasa membaca doa: "Allāhumma ashlihlī dīnī alladzī huwa ‘ishmatu amrī. Wa ashlihlī dun’yāyā allatī fīhā ma‘āsyī. Wa ashlihlī ākhiratī allatī ilaihā ma‘ādī. Wa’j’alil-hayāta ziyādatan lī fī kulli khair. Waj’alil-mawta rāhatan lī min kullli syarr.
“YA ALLAH, (1) perbaikilah bagiku AGAMAKU sebagai benteng urusanku; (2) perbaikilah bagiku DUNIAKU yang menjadi tempat penghidupanku; (3) perbaikilah bagiku AKHIRATKU yang menjadi tempat kembaliku! (4) Jadikanlah KEHIDUPAN ini mempunyai nilai tambah bagiku dalam segala kebaikan dan (5) jadikanlah KEMATIANKU sebagai kebebasanku dari segala kejahatan!"
Imam Bukhari.Adabul Mufrad (668); Shahih Muslim (Juz 4:2087, no.:2720)
HIDUP INI ADALAH PERBAIKAN.
Misi utama hidup ini adalah perbaikan, yaitu bagaimana melakukan tindakan penyelamatan dan penyelesaian terhadap persoalan hidup. Apalagi dunia ini semakin tua semakin banyak masalah. Dunia ke depan adalah dunia yang carut-marut. Carut-marut dunia ini, tak boleh dibiarkan, melainkan harus dicarikan jalan keluarnya melalui sejumlah resolusi penyelesaian.
Misi utama hidup ini adalah perbaikan, yaitu bagaimana melakukan tindakan penyelamatan dan penyelesaian terhadap persoalan hidup. Apalagi dunia ini semakin tua semakin banyak masalah. Dunia ke depan adalah dunia yang carut-marut. Carut-marut dunia ini, tak boleh dibiarkan, melainkan harus dicarikan jalan keluarnya melalui sejumlah resolusi penyelesaian.
Bagi orang mu’min, melakukan perbaikan itu bisa sebagai; (a) ladang amal; ayyukum ahsanu ‘amalā, (b) uji kualitas; mana mu’min sejati (mu’minūna haqqā), mana manusia munafik (munāfiqan khālishan) dan mana yang fasiq; afamankāna mu’minan kamankāna fāsiqan lā yastawūn, apakah sama orang yang beriman dengan orang yang fasiq? Mereka sama sekali tidak sama, as-Sajdah:18. (c) uji kompetensi, yaitu siapa yang terbaik karyanya dalam bab ilmu, iman dan amal.
Mengapa/Kenapa perbaikan terus-menerus dilakukan? Karena hidup memang penuh masalah. Masalah ini bukan untuk ditangisi ataupun disesali, melainkan untuk dihadapi dengan jiwa besar, supaya kita menjadi insan yang unggul dan tahan uji. Kemuliaan Rasul Ulul-Azmi salah satunya karena keunggulan mereka menaklukan ujian. Orang yang lulus ujian pasti memiliki pengalaman hidup, dewasa dalam berpikir, punya jiwa yang matang dan bermental baja, sehingga pola pikirnya berorientasi pada solusi, bagaimana keluar dari kemelut, paham langkah-langkah terapi yang perlu diambilnya. Nabi Shalih ‘alayhissalam pernah menasehati kaumnya, bal antum qawmun tuftanūn; kalian ini adalah kaum yang diuji, an-Naml:47.
Anas bin Malik RA bercerita, ada orang tua paruh baya datang kepada Nabi s.a.w. Ia datang untuk menyampaikan keluh-kesahnya; yā rasūlallāh ayu’d-du’ā’i afdhal, wahai Nabi doa manakah yang paling utama aku panjatkan? Nabi s.a.w menjawab: “sal rabbaka al-‘āfiyat wal-mu’āfat fid-dun’yā wal-ākhirah, jangan pernah bosan berdoa kepada Rabbmu, panjatkan doa keselamatan dan ampunan untuk urusan duniamu dan akhiratmu.
Keesokan harinya orang tua ini datang lagi, menanyakan soal yang sama. Jawaban Nabi dihari pertama tak memuaskan batinnya. Pada hari ke-2, ia tanyakan lagi; yā rasūlallāh ayu’d-du’ā’i afdhal. Nabi tetap kemukan jawaban serupa. Tapi kali ini, Nabi tambahkan; fa’idzā u’thiytal-‘āfiyat fid-dun’yā wa u’thiytuh fil-ākhirah faqad aflahta, "karena apabila Allah memberimu selamatan di dunia dan keselamatan di akhirat, maka engkaulah orang yang beruntung." Shahih Adabul Mufrad Imam Bukhari (637)
PERBAIKAN TUNTUTAN IMAN.
Dari sudut ‘aqidah, perbaikan adalah dharūriyyatul īmān wal-hayah; tuntutan iman dan kehidupan. Selama hayat dikandung badan, selama itu pula perbaikan tetap dilakukan. Hidup adalah mempersembahkan karya terbaik. Disurah al-A’raf:170 Allah mengingatkan supaya jangan bosan melakukan perbaikan, disurah al-An’am:46 al-Qur’an menggandeng antara iman dan perbaikan. Di al-An’am:54 iman digandeng dengan taubat yaitu perbaikan hubungan dengan Allah s.w.t. Demikianlah perbaikan, penyelamatan dan penyelesaian ini sebagai bagian terbesar dari tema-tema pokok Qur’an-Sunnah, yang sepatutnya menjadi perhatian kaum muslimin. Bisnis laris-manis dewasa ini, adalah perbaikan yang kita sebut dengan bengkel. Ada bengkel kendaraan, bengkel hati, bengkel ini bengkel itu.
Dari sudut ‘aqidah, perbaikan adalah dharūriyyatul īmān wal-hayah; tuntutan iman dan kehidupan. Selama hayat dikandung badan, selama itu pula perbaikan tetap dilakukan. Hidup adalah mempersembahkan karya terbaik. Disurah al-A’raf:170 Allah mengingatkan supaya jangan bosan melakukan perbaikan, disurah al-An’am:46 al-Qur’an menggandeng antara iman dan perbaikan. Di al-An’am:54 iman digandeng dengan taubat yaitu perbaikan hubungan dengan Allah s.w.t. Demikianlah perbaikan, penyelamatan dan penyelesaian ini sebagai bagian terbesar dari tema-tema pokok Qur’an-Sunnah, yang sepatutnya menjadi perhatian kaum muslimin. Bisnis laris-manis dewasa ini, adalah perbaikan yang kita sebut dengan bengkel. Ada bengkel kendaraan, bengkel hati, bengkel ini bengkel itu.
Perbaikan dalam bidang agama disebut tajdid, innallāha yab‘atsu li hādzihil-ummah ‘alā ra’si kulli mi’ah man yujaddidu lahā dīnahā, pada setiap 100 tahun selalu ada orang yang tampil memperbaiki agama ini, Shahih Abu Dawud (4291). Rasulullah s.a.w menyuruh ummatnya agar senantiasa melakukan perbaikan iman di bidang tauhid dan ittiba’; jaddiduw imanakum bi la’ilaha illallah. Nabi meneruskan sabdanya, innal-īmāna layakhlaqu fiy jawfi ahadikum kamā yakhlaqus-tsawbu, fas’alullāha ta’ālā an yujaddidal-īmana fiy quluwbikum; “Sesungguhnya iman itu diciptakan dalam diri kalian sebagaimana diciptakannya pakaian. Maka, hendaklah kalian meminta kepada Allah agar memperbarui iman di dalam hati kalian.” Hadits shahih, Imam Tharabani dalam Mu’jamul Kabir. Shahihul Jami’ (1590) dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash RA.
Ketika umur Nabi s.a.w menginjak usia 60-an, Nabi s.a.w suka memperbaharui wudhu’nya, tajdīdul-wudhū’. Sampai-sampai Umar bin Khatthab keheranan, kenapa Engkau suka melakukan tajdīdul wudhū’ wahai Nabi, padahal di hari-hari sebelumnya tak pernah Engkau lakukan ini? Jawab Nabi: “amdan shana’tuhu ya Umar!” aku sengaja melakukannya wahai Umar. Shahih Muslim (217).
Ada peristiwa penting yang menarik untuk disimak di Haji Wada’ Nabi s.a.w. Usai wukuf di ‘Arafah, sesaat lagi matahari mau terbenam. Rasulullah s.a.w bertolak dari ‘Arafah menjelang Maghrib, namun ketika rombongan Nabi tiba di sebuah perkampungan, Nabi turun karena kebelet pipis. Habis buang air kecil itu, Nabi s.a.w lalu berwudhu’. Melihat Nabi berwudhu’, Usamah bin Zaid RA bertanya: “as-shalātu yā Rasūlallāh, apa mau sholat wahai Nabi?” Jawab Nabi: As-sholātu amāmak, sholatnya nanti di depan, sambil menunjuk arah Mudzdalifah. Sesampainya di Mudzdalifah Nabi ambil wudhu’ lagi untuk sholat jama’ ta’khir Isya’-Maghrib. Imam Ahmad dan Imam al-Khatthabi berkata: “Rasulullah s.a.w ingin menikmati air mu’jizat Zamzam, dan ini menjadi dalil –tutur Imam Ahmad- ditolaknya pendapat bagi orang yang melarang berwudhu’ dengan air Zamzam.” (Fathul Bāri’ oleh Imam Ibnu Hajar al-Asqalāni, bab: isbāghul-wudhū’)
Rasulullah s.a.w dan para Sahabatnya adalah orang yang selalu memperbaiki semua keadaannya. Abu Bakar Shiddiq RA, Nabi pilih jadi muslim pertama, jadi teman hijrahnya, bahkan jadi mertuanya, karena soal ini. Begitu juga untuk Umar bin Khatthab RA, Nabi s.a.w berdoa untuknya; “Allāhumma a’izzal-Islām bi ‘Umaraini, Ya Allah muliakan Islam ini karena masuk Islamnya Umar. Abu Bakar dan Umar radhiyallahu’anhuma adalah orang terbaik sesudah Rasulullah s.a.w. Untuk Utsman bin ‘Affan RA Nabi bersabda, “tidaklah Utsman akan miskin lantaran infaqnya yang banyak, andaikan aku punya puteri yang ke-3 akan aku nikahkan lagi dengan dzuw nūrein Utsman bin ‘Affan.” Pernah Ali bin Abu Thalib RA bersinggungan kata dengan isterinya Fathimah puteri Nabi s.a.w. ‘Ali bin Abu Thalib RA memilih pergi ke masjid, berwudhu’, sholat dan I’tikaf di dalamnya. Sorbannya ia jadikan alas tikar, Nabi s..w memberinya gelar “Aba Turab”, bapaknya tanah, dan Ali bin Abu Thalib RA paling senang dipanggil dengan gelar ini. Shahih Bukhari (441,3703,6280); Shahih Muslim (6308)
Itulah gambaran perbaikan dari orang-orang yang selalu berusaha memperbaiki dirinya yang perlu menjadi tema sentral hidup dan kehidupan kaum muslimin kapan dan di mana saja ia berada.
PERBAIKAN, HAJAT SYAR’IYAH.
Perbaikan adalah hajat syar’iyah (agama) dan kauniyah (alam). Perbaikan hubungan kepada Allah, namanya taubat, hasilnya adalah maghfirah sekurang-kurangnya adalah kaffarah; kullu banī ādam khatthā’un wa khairal-khatthā’īn at-tawwābūn, anak cucu Nabi Adam semuanya punya salah, tapi yang terbaik adalah yang memperbaiki kesalahannya,Shahih Ibnu Majah (3428). Perbaikan hubungan sesama manusia dinamakan takhalluq, wa khāliqun-nās bikhuluqin hasan; yaitru bagaimana bergaul dengan akhlaq yang baik (Shahih Targhib,3160). Nabi s.a.w menyebut misi perbaikan ini dengan makārimul-akhlāq; menyempurnakan akhlaq. Perbaikan hubungan suami-isteri al-Qur’an sebut dengan mu‘asyarah bil-ma‘ruf, bergaul secara harmonis. Perbaikan suami-isteri setelah mengalami keretakan disebut ruju’. Orang yang rajin melakukan perbaikan, disayang Allah; innallāha yuhibbul muhsinīn. Sebab orang itu, sudah menjalankan misi hidupnya dengan baik.
Perbaikan adalah hajat syar’iyah (agama) dan kauniyah (alam). Perbaikan hubungan kepada Allah, namanya taubat, hasilnya adalah maghfirah sekurang-kurangnya adalah kaffarah; kullu banī ādam khatthā’un wa khairal-khatthā’īn at-tawwābūn, anak cucu Nabi Adam semuanya punya salah, tapi yang terbaik adalah yang memperbaiki kesalahannya,Shahih Ibnu Majah (3428). Perbaikan hubungan sesama manusia dinamakan takhalluq, wa khāliqun-nās bikhuluqin hasan; yaitru bagaimana bergaul dengan akhlaq yang baik (Shahih Targhib,3160). Nabi s.a.w menyebut misi perbaikan ini dengan makārimul-akhlāq; menyempurnakan akhlaq. Perbaikan hubungan suami-isteri al-Qur’an sebut dengan mu‘asyarah bil-ma‘ruf, bergaul secara harmonis. Perbaikan suami-isteri setelah mengalami keretakan disebut ruju’. Orang yang rajin melakukan perbaikan, disayang Allah; innallāha yuhibbul muhsinīn. Sebab orang itu, sudah menjalankan misi hidupnya dengan baik.
BUAT AGAMA INI BERDAULAT.
Beberapa tawaran untuk perbaikan agama, yaitu dengan menjadikan agama ini mendarah-daging, menjadi tarikan nafas, mencelup prilaku setiap penganutnya, tafsir al-Baqarah:138. Sehingga godaan dan rayuan apapun yang datang, tetap membuatnya istiqamah, teguh dalam iman-islamnya, inna shalātiy wanusukiy wamahyāyā wamamātiy lillāhi rabbil’ālamīn. Pentingnya gerakan islamisasi diri; Islāmiyyatul Hayāt melalui amalul-yaumi wal-laylah; adab dan amalan harian dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, seperti tercermin dalam doa pergi ke masjid.
Beberapa tawaran untuk perbaikan agama, yaitu dengan menjadikan agama ini mendarah-daging, menjadi tarikan nafas, mencelup prilaku setiap penganutnya, tafsir al-Baqarah:138. Sehingga godaan dan rayuan apapun yang datang, tetap membuatnya istiqamah, teguh dalam iman-islamnya, inna shalātiy wanusukiy wamahyāyā wamamātiy lillāhi rabbil’ālamīn. Pentingnya gerakan islamisasi diri; Islāmiyyatul Hayāt melalui amalul-yaumi wal-laylah; adab dan amalan harian dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, seperti tercermin dalam doa pergi ke masjid.
JADIKAN AGAMA INI SUMBER ATURAN.
Menjadikan agama ini sebagai “syir’atan wa minhājan” yaitu aturan baku yang permanen, al-Maidah:48, likulli ja’alnā minkum syir’atan wa minhājan. Perlunya, upaya islamisasi budaya, adat dan istiadat. Sebab lapangan bid’ah, tahayul dan churafat (TBC) umumnya di zona ini. Adanya upaya sistematis untuk menjadikan agama ini berdaulat, menjadi anutan, way of life atau mutāba’atul hayah, dengannya kita hidup, dengannya kita mati dan dibangkitkan. Khalifah ‘Ali bin Abu Thalib RA pernah berpesan:
Menjadikan agama ini sebagai “syir’atan wa minhājan” yaitu aturan baku yang permanen, al-Maidah:48, likulli ja’alnā minkum syir’atan wa minhājan. Perlunya, upaya islamisasi budaya, adat dan istiadat. Sebab lapangan bid’ah, tahayul dan churafat (TBC) umumnya di zona ini. Adanya upaya sistematis untuk menjadikan agama ini berdaulat, menjadi anutan, way of life atau mutāba’atul hayah, dengannya kita hidup, dengannya kita mati dan dibangkitkan. Khalifah ‘Ali bin Abu Thalib RA pernah berpesan:
لاَيَزَالُ الدِّيْنُ وَالدُّنْيَا قاَئِمَيْنِ مَاداَمَ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءٍ: مَادَامَ اْلأَغْنِيَاءُ لاَيبَْخَلُوْنَ بِمَا خَوَّلُوْا, وَمَا داَمَ الْعُلَمَاءُ يَعْمَلُوْنَ بِمَا عَلِمُوْا, وَمَا دَامَ الْجُهَلاَءُ لاَيَسْتَكْبِرُوْنَ عَمَّا لَمْ يَعْلَمُوْا وَمَا دَامَ اْلفُقَرَاءُ لاَ يَبِيْعُوْنَ أّخِرَتَهُمْ بِدُنْيَاهُمْ.
“Urusan dunia dan akhirat itu, tetap tegak selama 4 elemen pendukungnya saling menopang, yaitu; a). Para konglomerat, tidak bakhil terhadap kelebihan hartanya. b).Para ‘Ulama, mengamalkan ilmunya, c). rakyat awam, tidak sombong terhadap urusan yang sebenarnya tidak diketahuinya, d). Para Fuqara’, tidak menjual akhiratnya untuk kepentingan dunia.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar